Menyemai Benih Sensus, Menunggu Panen Kebijakan Presisi pada Sektor Pertanian
Opini oleh Heru Sang Amurwabumi
Tanggal 15 Mei 2023 menjadi momentum bersejarah
bagi bangsa Indonesia, sebuah Negara Agraris dengan jumlah penduduk yang
menggantungkan hidup dari sektor pertanian sebanyak 38,7 juta (Viva Budy
Kusnandar, databooks.katadata.co.id,
01/01/2023). Bertempat di Instana Negara, Presiden Joko
Widodo secara resmi mencanangkan pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 (ST2023).
Pengumpulan, penyajian, dan analisa
data yang menjadi amanat pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik tersebut
akan dilaksanakan mulai 1 Juni hingga 31 Juli 2023. Sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan jasa pertanian yang menjadi sasarannya. Pelaksanaan ST2023
ini juga mengacu pada program Badan Pangan Dunia
(Food and Agriculture
Organization/FAO).
Jika kita flashback ke sepuluh tahun silam, data
yang berhasil dikumpulkan pada Sensus Pertanian Tahun 2013 tentu sudah mengalami
pertumbuhan yang siginifikan. Sedangkan pengambilan kebijakan pemerintah untuk
sektor pertanian, selama ini masih bertumpu pada data statistik tersebut.
Syahdan, percepatan Sensus Pertanian sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.
Mengutip pernyataan
Presiden Joko Widodo pada pencanangan ST2023, sektor pertanian berperan penting dalam
kehidupan, pembangunan, dan perekonomian masyarakat Indonesia. Presiden juga menyatakan
bahwa pertanian merupakan sektor yang strategis dan melibatkan hajat hidup
orang banyak. Betapa pentingnya akurasi data dalam ST2023 untuk menghasilkan
kebijakan yang presisi.
Akan tetapi, kita semua memahami,
pelaksaan ST2023 tentu akan menghadapi berbagai tantangan dan halangan yang
tidak mudah ditaklukkan.
1.
Kondisi Geografis
Negara Indonesia tersatukan dari ribuan
pulau, ratusan gunung, dan beragam keadaan geografis. Kompleks juga dengan
berbagai kondisi wilayah. Faktor geografis ini dapat menimbulkan berbagai
kendala dalam mengumpulkan data ST2023 secara menyeluruh.
Kesulitan-kesulitan mendasar, seperti akses
menuju lokasi pengumpulan data di kawasan pegunungan, menembus hutan yang
terjal, hingga menaklukkan rawa yang luas, menjadikan petugas sensus harus
menghadapi medan yang sulit dijangkau. Belum lagi kondisi cuaca yang berbeda di
setiap wilayah. Termasuk cuaca ekstrem suhu tinggi di medio bulan Juni-Juli.
Para petugas sensus dituntut harus memiliki kondisi fisik yang prima.
Akses transportasi menuju lokasi sensus
menjadi tantangan berat sebagai konsekuensi dari kondisi gegografis Indonesia. Banyak
beberapa wilayah terpencil, terutama di pulau-pulau kecil yang dalam hal
kemudahan transportasi, masih terbatas. Hal ini dapat menjadi salah satu kendala
serius.
2.
Keterbatasan Akses Teknologi
Era digitalisasi memudahkan percepatan
pengumpulan data berbasis daring, menggunakan metode Computed Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI).
Sedangkan kondisi negara kita saat ini masih ada beberapa—bahkan
banyak—wilayah, khususnya di Indonesia Timur yang terbatas akses teknologi
jaringan internetnya.
Sebenarnya bukan hanya di wilayah timur
Indonesia. Beberapa daerah pedesaan terpencil di wilayah tengah dan barat,
kondisi infrastruktur jaringan internetnya juga masih sangat terbatas, bahkan
tidak ada sama sekali. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
keterbatasan investasi infrastruktur dan kurangnya
perhatian terhadap daerah-daerah tersebut.
Keterbatasan akses internet ini juga mengakibatkan
beberapa dampak negatif dalam ST 2023. Pertama, petani dan populasi masyarakat rural tidak dapat mengakses formulir
sensus secara daring yang dapat menghemat waktu dan sumber daya. Sebagai
gantinya, mereka harus memberikan data secara manual kepada petugas yang
membawa formulir kertas, menggunakan metode
Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI). Hal inilah yang membutuhkan waktu lebih lama dan memerlukan lebih
banyak tenaga kerja untuk memprosesnya.
Kedua, keterbatasan akses internet juga
menghambat komunikasi antara petani dan petugas ST2023. Ketika ada pertanyaan
terkait sensus pertanian berikut problematika masyarakat pertanian, mereka
sulit untuk menghubungi petugas sensus pascawawancara—bagi masyarakat petani
berpendidikan rendah, seringkali petugas sensus dianggap sebagai perpanjangan
pelaksana kebijakan pemerintah. Ini mengakibatkan keterlambatan dalam respons
dan penyelesaian masalah yang mungkin timbul selama proses pengumpulan data.
Ketiga, dengan keterbatasan akses
internet, sulit untuk mengumpulkan data secara real-time. Internet memungkinkan pengumpulan data langsung dari
petani dan pelaku usaha pertanian melalui aplikasi atau platform daring. Namun,
tanpa akses internet yang memadai, pengumpulan data menjadi terhambat dan
menghasilkan penundaan dalam analisis data.
Terakhir, keterbatasan akses teknologi
jaringan internet juga memengaruhi kemampuan untuk menyebarkan hasil sensus
secara efektif. Internet memungkinkan hasil sensus untuk diterbitkan secara
luas, diakses oleh berbagai pemangku kepentingan, dan digunakan untuk
perencanaan pertanian. Tanpa akses yang memadai, hasil sensus mungkin tidak
tersedia secara luas, menghambat potensi pemanfaatan data tersebut untuk
pengembangan sektor pertanian, khususnya kemudahan informasi bagi masyarakat
petani di daerah pedalaman dan terluar.
3.
Sikap Skeptis Petani
Pada proses pelaksanaan ST2023, petugas
sensus pertanian turun ke desa-desa untuk mengumpulkan data tentang berbagai
aspek dalam aktivitas pertanian. Namun, petugas ini kemungkinan akan sering menghadapi
sikap skeptis dari beberapa petani yang merasa ragu, bahkan enggan dalam
memberikan respons terhadap pertanyaan mereka.
Sebagian petani yang menunjukkan
sikap skeptis itu bisa dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah
ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah di bidang pertanian selama ini. Mereka mungkin menganggap bahwa data yang mereka berikan tidak akan digunakan
dengan benar. Tidak akan memberikan manfaat yang signifikan bagi mereka.
Selain itu, beberapa petani lain juga mungkin
merasa was-was terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh petugas
sensus. Mereka khawatir bahwa jawaban yang diberikan akan
digunakan untuk membatasi akses mereka terhadap hal-hal paling sederhana. Bantuan
atau subsidi pemerintah misalnya, atau untuk tujuan perpajakan. Sikap
skeptis ini juga dapat muncul karena tingkat pendidikan petani yang rata-rata
rendah di daerah tertentu.
Selain alasan-alasan di atas, beberapa
petani bisa saja merasa tidak percaya bahwa respons mereka akan membuat
perbedaan nyata dalam perencanaan atau pengembangan sektor pertanian. Bisa saja
mereka memiliki pengalaman kurang menyenangkan dengan sensus di
masa silam yang tidak menghasilkan perubahan signifikan dalam kondisi kesejahteraan
mereka.
Akan tetapi, tak ada batu yang tak bisa
dilubangi walau hanya oleh sekadar tetesan air. Tidak ada halangan dan rintangan
pengumpulan data sensus yang tidak bisa dicarikan jalan keluar. Demi suksesnya
pelaksanaan ST2023 tentunya.
Tantangan kondisi geografis,
keterbatasan teknologi jaringan internet, dan sikap skeptis petani terhadap
sensus pertanian pada tahun 2023 dapat diatasi dengan beberapa solusi yang
inovatif dan efektif. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan;
1.
Keterlibatan Stakeholder di Tingkat
Daerah
Badan Pusat Statistik Indonesia, tanpa
bantuan dari pemerintah daerah, pemerintah desa, dan mitra kerja dari instansi swasta, tak akan mudah menghadapi tantangan
geografis negara kita. Mereka butuh bekerjasama dengan otoritas transportasi
setempat untuk memastikan ketersediaan transportasi yang aman dan efisien.
Keterlibatan semua stakeholder akan sangat membantu mengurangi keterbatasan akses
fisik ke wilayah-wilayah terpencil.
Dengan semangat kerja sama dan kerja
keras yang melibatkan semua pihak di atas, petugas sensus akan terbantu
melampaui tantangan geografis dan transportasi dalam pengumpulan data ST2023.
2.
Pendekatan Komunitas
Melibatkan komunitas-komunitas lokal
dalam sosialisasi dan pelaksanaan ST2023 dengan memperhatikan kebutuhan,
kekhawatiran, dan harapan masyarakat petani dapat menjadi alternatif strategi
sensus yang lebih efektif.
Komunitas-komunitas lokal yang marak
berdiri di era milenial, bisa dirangkul untuk menjadi mitra kolaborasi
pemerintah untuk melakukan sosialisai, bahkan pendamping petani dalam pelaksaan
ST2023.
3.
Kampanye di Level Akar Rumput
Melakukan kampanye dan penyuluhan
melalui media cetak, radio, televisi, media sosial, dan tatap muka langsung dalam
forum-forum musyawarah di level akar rumput tentang manfaat sensus pertanian
dan kepentingan partisipasi aktif mereka, bisa menjadi solusi
memecahkan permasalahan yang akan dihadapi petugas ST2023.
Kampanye juga bisa dijadikan alat
promosi hasil positif dari sensus pertanian sebelumnya. Tentang dampak sensus
di masa silam terhadap pengembangan sektor pertanian. Tentu butuh melibatkan
penyuluh pertanian dan petugas perangkat desa setempat untuk menjadi juru
kampanye dalam memberikan pendidikan dan pelatihan langsung kepada petani tentang
pentingnya ST2023.
4.
Insentif dan Penghargaan
Memberikan insentif atau penghargaan
kepada petani yang berpartisipasi aktif dalam ST2023, seperti bantuan keuangan
atau program bantuan lainnya, tentu akan menjadi daya tarik bagi responden.
Insentif berupa kemudahan kelompok tani
mendapatkan fasilitas pertanian di masa mendatang pascasensus, misalnya. Hal yang
sederhana, tetapi, bisa menjadi pemantik antusiasme masyarakat petani
Indonesia.
*
Dampak terpenting dari pelaksanaan ST2023
yang diharapkan masyarakat petani Indonesia, adalah keberpihakan kebijakan
pemerintah yang presisi. Kebijakan yang memihak petani kecil.
Jika boleh menganalogikan, ST2023 ini adalah
proses menyemai benih yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pusat Statistik,
maka, momentum yang paling ditunggu-tunggu masyarakat adalah panennya: Apa
dampak nyata yang akan dirasakan petani?
Tanpa panen yang menguntungkan, petani
akan menganggap ST2023 ini hanya angin lalu belaka. (*)
Heru Sang Amurwabumi, petani dan sastrawan,
peraih awardee Indonesian Emerging Writer di festival sastra internasional Ubud Writers and Readers Festival (UWRF)
2019.
Sumber gambar: laman Sensus Pertanian
Posting Komentar untuk "Menyemai Benih Sensus, Menunggu Panen Kebijakan Presisi pada Sektor Pertanian"
Posting Komentar